Banjir Bandar Lampung Disebut Akibat Tambang Ilegal, Polisi Pasang Plang Larangan di Enam Titik

Banjir Bandar Lampung Disebut Akibat Tambang Ilegal, Polisi Pasang Plang Larangan di Enam Titik
dok Polda Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampunggo) — Petugas gabungan dari Polda Lampung dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung memasang plang larangan dan peringatan di enam titik lokasi yang diduga menjadi pusat aktivitas tambang ilegal serta pengerukan bukit. Aktivitas tersebut diyakini menjadi penyebab memburuknya banjir di beberapa kawasan Kota Bandar Lampung.

Langkah itu merupakan bagian dari tindak lanjut penyelidikan yang dimulai setelah rapat koordinasi penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsus bersama DLH pada 9 April 2025. Dalam rapat tersebut, terungkap indikasi kuat adanya aktivitas perusakan lingkungan yang membahayakan ekosistem kota dan memicu luapan air saat hujan deras.

“Mulai 11 April hingga 11 Mei 2025, kami melakukan verifikasi langsung ke lapangan. Kami temukan tambang ilegal dan pengerukan bukit yang berkedok pengembangan perumahan dan area parkir alat berat,” ujar Direktur Reskrimsus Polda Lampung Kombes Pol Derry Agung Wijaya, Minggu (11/5/2025).

Dari enam plang yang dipasang, satu diberikan kepada perwakilan legal PT Membangun Sarana Bangsa (MSB), dua diserahkan ke satpam karena tak ditemukan pemilik lokasi, dan tiga lainnya dititipkan kepada lurah setempat karena berada di wilayah tak berpenghuni.

Saat ini, tiga dari enam lokasi telah masuk tahap penyelidikan intensif. Lokasi-lokasi tersebut mencakup lahan milik PT MSB serta dua titik lain yang diduga dikelola oleh PT Campang Jaya dan PT JC. Sementara itu, tiga lokasi lainnya masih dalam tahap pelacakan untuk mengidentifikasi pelaku.

Tim penyidik juga telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) dari masyarakat sekitar dan sejumlah instansi. Meskipun proses verifikasi sempat terhambat karena aktivitas di lokasi tampak berhenti saat pemeriksaan, penyidik tetap melanjutkan penggalian informasi.

Polda Lampung menjerat kasus ini menggunakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta Pasal 109 dan/atau Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (red)

Sumber: lampungpro.co